www.indofakta.id – Keputusan parlemen Iran untuk menutup Selat Hormuz menjadi berita yang menggemparkan dunia. Selat ini, yang berfungsi sebagai jalur strategis bagi pengangkutan minyak dunia, bisa mengalami penutupan jika Dewan Keamanan Nasional dan pemimpin tertinggi Iran, Ali Khamenei, menyetujuinya.
Pentingnya Selat Hormuz tidak dapat diabaikan, karena sekitar 30 persen perdagangan minyak global melewati jalur ini. Selat Hormuz memiliki lebar sekitar 21 mil di titik terpilih dan menghubungkan Teluk Persia dengan Laut Oman serta Laut Arab.
Hal ini diungkapkan oleh Kementerian Pertahanan Iran, yang menyatakan bahwa penutupan selat tersebut adalah opsi yang mungkin. Dalam situasi politik yang tegang, kontrol atas jalur ini menjadi semakin sensitif dan berpotensi menjadi pemicu konflik lebih lanjut.
Selama era perang Iran-Irak, Iran pernah mengambil langkah-langkah drastis untuk menargetkan kapal tanker minyak. Meskipun tidak sepenuhnya memblokir selat, langkah-langkah ini berimbas pada lonjakan biaya asuransi serta keterlambatan dalam pengiriman barang melalui jalur tersebut.
Perkembangan politik terbaru menunjukkan bahwa parlemen Iran akan meloloskan Rancangan Undang-Undang yang menangguhkan kerja sama dengan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA). Ketua Parlemen, Dr. Mohammad Bagher Ghalibaf, menekankan pentingnya mendapatkan jaminan transparansi dari komunitas internasional sebelum melanjutkan kerja sama.
Isu terkait penarikan Iran dari Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT) juga menjadi topik diskusi di parlemen. Ali Keshvari, seorang anggota parlemen, mengungkapkan bahwa kerangka hukum untuk penarikan dari NPT sedang ditinjau, menunjukkan segala ketidakpuasan yang ada.
Kebijakan tersebut mengemuka setelah melihat perlakuan yang dianggap tidak adil terhadap Iran. Sementara negara seperti Israel yang memiliki arsenal nuklir tidak terikat pada NPT, Iran justru menjadi sorotan akibat program nuklirnya yang terus diassosiasikan dengan potensi ancaman.
Pentingnya Selat Hormuz dalam Konteks Global
Selat Hormuz berperan sebagai jalur vital bagi pengangkutan minyak global. Sekitar 17 juta barel minyak melewati selat ini setiap harinya, jumlah yang mengalahkan produksi dua raksasa energi dunia: AS dan Rusia.
Kontrol atas selat ini dipegang oleh Iran di utara dan negara-negara lain seperti Uni Emirat Arab (UEA) dan Oman di selatan. Jalur pelayaran utama di selat ini sangat sempit, menyisakan ruang yang terbatas bagi kapal untuk berlayar.
Para pelaut diharuskan mengikuti Skema Pemisahan Lalu Lintas (TSS) untuk menghindari situasi berbahaya. Dengan dua jalur pelayaran yang sempit, keselamatan eksplorasi maritim di selat ini menjadi sangat tergantung pada disiplin teknis dan strategi navigasi dari tiap kapal.
Selain itu, Iran juga mengontrol beberapa pulau strategis di Selat Hormuz, termasuk Pulau Tunb Besar, Pulau Tunb Kecil, dan Pulau Abu Musa. Pulau-pulau ini diperlengkapi dengan sistem pertahanan yang dapat meluncurkan rudal, menambah dimensi keamanan yang kompleks di wilayah tersebut.
Konsekuensi Jika Selat Hormuz Ditutup
Ancaman penutupan Selat Hormuz dari Iran bukanlah hal baru, tapi selalu menimbulkan kekhawatiran di pasar global. Jika Iran memutuskan untuk menutup jalur ini, konsekuensi ekonomi dan politiknya bisa sangat serius.
Seluruh dunia, terutama negara-negara Asia yang bergantung pada pasokan energi dari Iran, dapat merasakan dampak langsung. Harga minyak dan biaya asuransi akan melonjak, dan stabilitas pasokan akan terganggu secara signifikan.
Potensi penggunaan ranjau laut dan serangan drone akan memperumit situasi. Sejarah menunjukkan bahwa tanpa penutupan resmi, gangguan yang dimungkinkan dapat menyebabkan pengoperasian kapal menjadi tidak efisien.
Patroli maritim oleh Angkatan Laut AS dan sekutunya dirancang untuk mencegah terjadinya kejadian yang lebih parah. Namun, insiden berkepanjangan dalam perairan terbatas ini tidak dapat dihindarkan, terutama saat kedua pihak terlibat dalam ketegangan yang semakin meningkat.
Alternatif untuk Mengurangi Ketergantungan pada Selat Hormuz
Beberapa negara telah mengambil langkah untuk membangun jaringan pipa guna mengurangi ketergantungan mereka pada Selat Hormuz. Namun, saat ini, kapasitas jaring pipa tersebut hanya mencakup sebagian kecil dari total eksport minyak dari kawasan ini.
Jaringan pipa seperti Habshan-Fujairah, jalur pipa Arab Saudi Timur-Barat, dan pipa Irak ke Turki merupakan beberapa alternatif yang bisa dipertimbangkan. Ironisnya, meski saran ini ada, risiko tertinggal saat krisis muncul akan selalu membayangi.
Angkatan laut Iran memiliki strategi yang akan mempersulit negara-negara lain untuk membuka kembali Selat Hormuz jika diperlukan. Meskipun ada mobilisasi kekuatan, penutupan selat ini tetap berpotensi merugikan bagi Iran sendiri.
Dalam konteks global, komoditas lainnya—seperti gas alam cair dan bahan makanan—juga mengalir melalui jalur ini. Ketersediaan barang-barang penting ini dapat terancam seandainya situasi politik tidak stabil berlanjut.
Meskipun ada sejumlah langkah pencegahan yang telah diambil oleh pihak-pihak yang berkepentingan, perlu dicatat bahwa ada risiko yang tidak dapat dihindarkan seiring ketegangan politik yang meningkat.