www.indofakta.id – Jakarta, perhatian publik semakin tertuju pada isu ganja medis yang belum sepenuhnya diakui oleh pemerintah. Anggota Komisi III DPR RI, Hinca IP Pandjaitan, mengungkapkan kekecewaannya terhadap Menteri Kesehatan yang dianggap tidak menjalankan janjinya untuk melakukan penelitian ilmiah tentang ganja medis.
Dalam sebuah diskusi terbuka yang digelar di Kompleks DPR RI, Hinca menekankan betapa pentingnya penelitian ini bagi kesehatan masyarakat, terutama bagi mereka yang membutuhkan alternatif pengobatan. Ia merasa bahwa langkah konkret dari pemerintah sangat mendesak untuk diambil demi kesehatan yang lebih baik.
Ia juga mengingatkan bahwa kematian seorang anak bernama Pika yang memerlukan ganja medis adalah bukti nyata kegagalan negara dalam memberikan akses dan keadilan kesehatan. Pangkal dari masalah ini, Hinca percaya, terletak pada ketidakberanian pemerintah untuk meneliti tanaman yang telah lama dijadikan stigma negatif ini.
Mendesak Penelitian terhadap Ganja Medis di Indonesia
Hinca sangat menyesalkan bahwa meskipun Mahkamah Konstitusi telah dua kali mengeluarkan rekomendasi untuk penelitian ilmiah, Kementerian Kesehatan tidak juga mengambil langkah nyata. Ketidakpastian ini, menurutnya, bukan hanya memperparah kondisi yang ada, namun juga menciptakan rasa putus asa bagi banyak pasien.
Pernyataan tegas Hinca mengenai kegagalan ini sangat mencerminkan suara masyarakat yang mendambakan solusi untuk masalah kesehatan mereka. Menurutnya, pemerintah tidak hanya harus berkomitmen untuk memenuhi tanggung jawabnya, tetapi juga harus bertindak cepat dan tepat untuk menyelamatkan nyawa.
Dalam pandangannya, ganja dan berbagai senyawa yang terkandung di dalamnya seharusnya diakui sebagai bagian dari alternatif pengobatan yang berpotensi tinggi. Pendekatan yang lebih ilmiah dan terbuka terhadap isu ini akan membawa keuntungan bagi banyak orang yang saat ini terpinggirkan dalam sistem kesehatan.
Menegaskan Hak Asasi Manusia dalam Kesehatan
Hinca juga menyoroti pentingnya hak asasi manusia dalam konteks kesehatan. Ia menekankan bahwa pasien yang membutuhkan pengobatan, termasuk penggunaan narkotika, seharusnya diperlakukan dengan cara yang manusiawi, bukan dihukum. Mentalitas kriminalisasi terhadap pengguna narkoba harus segera diubah.
Ia berargumen bahwa banyak pengguna narkotika yang sebenarnya adalah pasien yang berjuang melawan penyakit. Penjara bukanlah solusi untuk mereka; seharusnya mereka menerima perawatan yang memadai untuk memulihkan kesehatan.
Kegagalan pemerintah dalam memberikan penanganan yang tepat bagi pasien ini merupakan dosa besar, menurut Hinca. Ia berharap negara dapat lebih peka dan tanggap terhadap kondisi kesehatan masyarakat serta mengambil langkah yang diperlukan untuk melakukan perubahan.
Mendorong Kebijakan Narkotika yang Lebih Progresif
Melihat masalah yang ada, Hinca mendorong agar pemerintah memperkenalkan kebijakan yang lebih progresif terkait narkotika. Ia menyarankan agar narkotika diakui sebagai bahaya laten dan memerlukan perhatian khusus dari pemerintah, termasuk penganggaran untuk penelitian dan pengembangan alternatif pengobatan.
“Langkah berani dari pemerintah seperti menetapkan ketetapan di tingkat nasional mengenai status narkotika akan sangat berarti,” ungkap Hinca. Ia menyarankan, jika perlu, pidato kenegaraan Presiden pada 17 Agustus mendatang bisa menjadi momentum untuk menyuarakan hal ini dengan tegas.
Kondisi saat ini, di mana banyak yang terjebak dalam stigma dan hukuman, mesti diubah demi masa depan yang lebih baik bagi masyarakat. Hinca percaya bahwa keberanian untuk mengakui masalah bisa mengurangi angka pengangguran dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Dalam pernyataannya, Hinca mendapat dukungan penuh dari peserta diskusi yang hadir. Banyak yang setuju bahwa akan ada dampak positif jika pemerintah berani mengambil risiko dalam memfasilitasi penelitian dan pemahaman mengenai ganja medis. Ini bukan sekadar problema kesehatan, tapi juga tantangan besar di ranah kebijakan.
Ia menegaskan bahwa jika negara enggan mengakui kesalahan dan mengambil tindakan, maka rakyat sebagai korban tidak akan berhenti meminta keadilan. Tegasnya, “Ini adalah dosa sejarah yang berarti kita harus berbuat sesuatu.”