www.indofakta.id – Jakarta, Pergerakan Advokat Nusantara (PEREKAT NUSANTARA) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melangkah maju dengan berbagai aksi formal untuk menyampaikan aspirasi masyarakat. Pada 12 Agustus 2025, kedua kelompok ini mengirimkan surat resmi kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang berisi tuntutan untuk mendiskualifikasi jabatan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Para advokat ini percaya, bahwa jabatan tersebut merupakan hasil dari konspirasi, yang melibatkan unsur-unsur penting dalam pemerintahan. Dalam pandangan mereka, langkah ini adalah demi mendorong keadilan serta integritas proses pemerintahan yang transparan.
Tuntutan tersebut bukanlah aksi pertama kalinya dari PEREKAT NUSANTARA dan TPDI. Sebelumnya, pada 10 Oktober 2024, mereka juga telah menyerukan agar Gibran tidak dilantik sebagai Wakil Presiden dalam sidang MPR yang berlangsung pada 20 Oktober 2024.
Walaupun telah disampaikan secara resmi, MPR tetap melantik Gibran. Hal ini memicu ketidakpuasan di kalangan para advokat dan masyarakat yang merasa suaranya diabaikan.
Situasi memuncak ketika pada 2 Juli 2025, kedua kelompok ini berunjuk rasa di kantor Wakil Presiden. Mereka memberikan somasi agar Gibran mundur dalam waktu tujuh hari, tetapi tidak ada respons yang diharapkan.
Mengingat ketidakpuasan itu, mereka memutuskan untuk membawa isu ini kembali ke MPR. Pada sidang paripurna yang akan diadakan pada 15 Agustus 2025, mereka berharap MPR bisa mengevaluasi kembali jabatan Wakil Presiden yang diisi Gibran.
“Tuntutan kami bukan tentang pemakzulan, melainkan diskualifikasi berdasarkan kriteria berhalangan tetap,” jelas Petrus Selestinus, salah satu perwakilan advokat. Menurutnya, wewenang tersebut sepenuhnya berada dalam tangan MPR.
Dia menegaskan bahwa aspirasi ini berada di luar fungsi lembaga lain seperti Mahkamah Konstitusi, Komisi Pemilihan Umum, dan Badan Pengawas Pemilu. Menurutnya, kekuasaan MPR sebagai perwakilan rakyat harus dihormati dalam proses ini.
Proses Pemilihan dan Konstitusi yang Terabaikan
Dalam pandangan para advokat, proses pencalonan Gibran sarat dengan pelanggaran dan cacat konstitusi. Masalah ini dipandang sebagai preseden buruk bagi demokrasi di Indonesia. Setiap langkah yang diambil oleh lembaga-lembaga negara harus berlandaskan hukum dan transparansi.
Rasa keadilan masyarakat menjadi taruhan ketika konspirasi politik mengaburkan proses yang sah. PEREKAT NUSANTARA dan TPDI berupaya untuk memastikan bahwa keinginan rakyat didengar dan dipenuhi tanpa adanya intervensi politik. Ini adalah bagian dari peran mereka sebagai advokat yang mengedepankan hak-hak konstitusional rakyat.
Mereka berpendapat bahwa MPR harus mengambil tindakan tegas ketika mendeteksi adanya pelanggaran yang dapat merusak demokrasi. Dengan diskualifikasi Gibran, diharapkan akan membawa kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan.
Petrus menambahkan, “Peran MPR sangat vital dalam menjaga kedaulatan rakyat dan mencegah praktik nepotisme dalam pemerintahan.” Dengan sikap tegas, MPR bisa mendemonstrasikan komitmennya terhadap integritas dan akuntabilitas.
Tuntutan ini menjadi momentum bagi masyarakat untuk bersuara lebih jauh. Ini membuka kesempatan untuk mendiskusikan batasan kekuasaan dan tanggung jawab setiap lembaga negara, serta pentingnya transparansi dalam proses politik.
Peran Masyarakat dalam Menyuarakan Aspirasi
Aspirasi masyarakat dalam kasus ini sangat penting. Publik harus memiliki saluran untuk menyampaikan keberatan dan ketidakpuasan mereka terhadap sistem. PEREKAT NUSANTARA dan TPDI berperan sebagai jembatan antara kebijakan pemerintah dan kebutuhan masyarakat.
Dengan adanya dukungan dari berbagai elemen masyarakat, mereka berharap agar MPR mau mendengarkan dan mempertimbangkan tuntutan tersebut. Dukungan masyarakat dianggap sebagai kekuatan yang vital dalam mempengaruhi keputusan legislasi yang diambil oleh MPR.
Proses ini sekali lagi menegaskan betapa pentingnya integritas dalam lembaga-lembaga negara. Ketika rakyat merasa dilibatkan dalam pengambilan keputusan, mendorong transparansi akan lebih mudah terwujud. Rasa memiliki terhadap sistem hukum dan politik juga akan semakin kuat.
Aktivitas pengacara ini bisa menjadi inspirasi bagi organisasi masyarakat sipil lainnya untuk menyuarakan aspirasi dan hak-hak mereka. Semangat perjuangan untuk menegakkan keadilan tidak boleh padam, meskipun banyak rintangan di depannya.
Perjuangan ini harus terus menerus dilakukan, agar hasil demokrasi yang didapat benar-benar mencerminkan suara rakyat. Integritas proses pemerintahan harus dijaga agar kepercayaan masyarakat tidak hilang.
Harapan untuk Masa Depan yang Lebih Baik
Melihat dari perjalanan ini, ada harapan untuk masa depan yang lebih baik dan lebih transparan dalam proses politik. Tuntutan PEREKAT NUSANTARA dan TPDI menunjukkan bahwa ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah harus dihadapi dengan keberanian dan integritas.
Proses pengambilan keputusan harus melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat. Jika semua berjalan baik, diharapkan tidak ada lagi lemahnya hukum dan pelanggaran konstitusi yang terulang sebagai akibat dari konspirasi politik.
Penting untuk memahami bahwa sikap proaktif ini menjadi cermin bagi demokrasi yang sehat. MPR diharapkan senantiasa tempat untuk menyerap aspirasi rakyat, tanpa terpengaruh oleh kepentingan politik yang sempit.
Dari sudut pandang jangka panjang, dukungan masyarakat terhadap lembaga yang diamanatkan untuk melindungi demokrasi dapat memberikan dampak positif. Oleh karena itu, setiap suara rakyat sangat berharga dan harus diperjuangkan.
Demikianlah, mari kita bersama-sama menjaga keutuhan sistem demokrasi yang kita miliki. Mari berupaya agar suara rakyat tidak hanya dianggap sebagai formalitas, melainkan sebagai bagian integral dari proses politik.