www.indofakta.id – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memberikan penjelasan mengenai keputusan pemerintah yang tidak melakukan evaluasi awal terhadap empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang terletak di sekitar kawasan geopark. Keputusan ini diambil dalam konteks penertiban kawasan hutan yang melibatkan aktivitas pertambangan.
Pemerintah telah mulai menjalankan evaluasi sejak Januari 2025, beberapa bulan setelah pelantikan Kabinet Prabowo-Gibran pada akhir Oktober 2024. Evaluasi yang dilakukan tersebut mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025, yang bertujuan untuk menertibkan kawasan hutan termasuk aktivitas pertambangan. Pertanyaan yang muncul adalah, mengapa evaluasi tidak dilakukan secara lebih awal? Seberapa pentingkah langkah ini bagi keberlangsungan lingkungan dan industri pertambangan?
Mengapa Evaluasi IUP Penting? (Izin Usaha Pertambangan)
Evaluasi IUP menjadi salah satu langkah krusial dalam menjamin keberlanjutan ekosistem. IUP yang tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan. Bahlil menegaskan bahwa sejak Januari 2025, pihaknya telah mulai mengevaluasi IUP berdasarkan Perpres yang berlaku. Dari empat perusahaan yang izinnya dicabut, semuanya tidak sedang beroperasi karena tidak memiliki Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang sah.
Data menunjukkan bahwa tanpa RKAB yang valid, perusahaan tidak bisa dianggap aktif dalam produksi. Hal ini mencerminkan tanggung jawab pemerintah untuk memastikan bahwa perusahaan memenuhi syarat administratif, termasuk dokumen AMDAL yang berfungsi untuk menganalisis dampak lingkungan dari aktivitas mereka. Dengan demikian, proses evaluasi ini bertujuan untuk melindungi budaya lokal dan mencegah dampak negatif terhadap lingkungan.
Strategi Ke Depan dan Penerapan Moratorium
Pemerintah saat ini menghadapi tantangan besar, termasuk usulan untuk menerapkan moratorium izin tambang akibat oversupply nikel. Bahlil menyatakan bahwa keputusan mengenai moratorium akan diambil berdasarkan kepentingan strategis nasional. Dalam konteks ini, pemerintah berkomitmen untuk mendorong hilirisasi industri yang berkelanjutan. Ini bukan sekadar soal mengejar keuntungan, tetapi juga tentang membangun masa depan yang ramah lingkungan.
Dengan menjalankan hilirisasi yang bertanggung jawab, produk Indonesia tidak hanya sekadar memenuhi permintaan lokal tetapi juga dapat diterima secara global. Hal ini sejalan dengan visi pemerintah yang ingin menciptakan industri yang tidak hanya menguntungkan, tetapi juga berkelanjutan. Dalam hal ini, langkah-langkah evaluasi dan penertiban kawasan sangat penting untuk memastikan bahwa semua praktik bisnis berjalan dalam koridor yang benar.
Kesimpulannya, langkah evaluasi IUP dan kebijakan hilirisasi merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menciptakan industri pertambangan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Masyarakat meminta agar pemerintah terus menjaga lingkungan dan memastikan bahwa aktivitas pertambangan tidak merugikan ekosistem. Semoga dengan berbagai langkah ini, industri Indonesia dapat terus berkembang dan berinovasi demi masa depan yang lebih baik.