www.indofakta.id – Perseteruan antara Iran dan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) kian memanas, terutama setelah keputusan Parlemen Iran untuk membatalkan kerja sama dengan lembaga tersebut. Keputusan ini diambil dalam konteks meningkatnya ketegangan global terkait program nuklir Iran. Meski begitu, Dirjen IAEA, Rafael Grossi, tetap menginginkan akses untuk menginspeksi fasilitas nuklir di Iran, yang menyebabkan reaksi beragam dari pihak Iran.
Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, memberikan pernyataan tajam bahwa desakan Grossi untuk mengunjungi situs nuklir yang sebelumnya dibombardir oleh AS merupakan tindakan yang tidak beralasan. Dalam pandangannya, langkah tersebut bisa jadi memiliki tujuan tersembunyi yang merugikan kepentingan nasional Iran.
Ketegangan semakin meningkat setelah IAEA mengeluarkan resolusi pada pertengahan Juni yang menganggap Iran mengabaikan komitmen nuklirnya. Iran merasa resolusi ini hanya menjadi dalih untuk tindakan militer lebih lanjut yang bisa dilakukan oleh negara-negara tertentu, terutama Israel.
Pernyataan Duta Besar Iran yang Menarik Perhatian Global
Duta Besar Iran untuk PBB, Amir Saeid Iravani, berusaha menegaskan bahwa inspektur IAEA berada dalam kondisi aman meskipun pekerjaan mereka sementara dihentikan. Ia menegaskan bahwa Iran tidak akan menyerah pada tekanan luar dalam hal hak mereka untuk mengembangkan program nuklir demi tujuan energi damai.
Iravani menyatakan bahwa pengayaan uranium adalah hak yang tidak bisa dicabut dan harus dilindungi oleh Iran. Namun, ia tetap membuka pintu untuk negosiasi, asalkan tidak dilakukan dengan cara pemaksaan, yang menurutnya sama sekali tidak bisa diterima.
Pasca agresi yang dialami Iran, situasi politik menjadi semakin rumit, dan Iravani menekankan bahwa untuk saat ini, tidak ada permintaan resmi untuk melakukan negosiasi baru. Dengan demikian, Iran sepertinya berada dalam posisi defensif, menambahkan bahwa kondisi saat ini tidak memungkinkan untuk dialog yang konstruktif.
Reaksi Internasional Terhadap Ancaman dari Iran
Aksi Iran dalam mengeluarkan ancaman kepada Rafael Grossi dan inspektur IAEA memicu reaksi keras dari komunitas internasional. Sekelompok negara Eropa, termasuk Prancis, Jerman, dan Inggris, secara resmi mengutuk tindakan tersebut sebagai langkah yang tidak dapat diterima dan berbahaya.
Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noel Barrot, bersama dengan rekannya dari Jerman dan Inggris, menyerukan kepada Iran untuk tidak menggangu kerja sama dengan IAEA. Mereka menginginkan agar Iran melanjutkan dialog dan memberikan jaminan keamanan bagi para inspektur yang ketika ini berada di negara tersebut.
Posisi AS pun sejalan dengan ketiga negara Eropa tersebut, dengan Menteri Luar Negeri Marco Rubio menyatakan bahwa ancaman terhadap Grossi wajib dikecam dan dilawan. Ia menekankan pentingnya transparansi dalam program nuklir, dan peran IAEA sebagai pengawas independen dalam isu ini sangat vital.
Peningkatan Ketegangan di Kawasan Timur Tengah
Pertikaian antara Iran dan IAEA adalah bagian dari gambaran yang lebih besar di kawasan Timur Tengah yang semakin tidak stabil. Pendekatan agresif dari negara-negara besar, seperti AS dan Israel, terhadap program nuklir Iran kerap kali dianggap sebagai tindakan provokatif yang dapat memperburuk situasi.
Ancaman yang diterima Grossi merupakan sinyal bahwa Iran bersikukuh pada haknya untuk mengembangkan program nuklir yang dianggap sah dan legal berdasarkan traktat internasional. Namun, hal ini juga menimbulkan kekhawatiran akan potensi konflik yang lebih besar jika situasi tidak ditangani dengan bijak.
Iran tetap berpegang pada narasi bahwa program nuklir mereka bertujuan untuk kepentingan damai dan untuk memenuhi kebutuhan energi. Terlepas dari tekanan dari luar, Iran menunjukkan keteguhan untuk menjaga kedaulatan dan kemerdekaannya dalam isu yang berkaitan dengan energi nuklir.