www.indofakta.id – Yerusalem, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menghadapi protes besar dari berbagai pihak, termasuk di dalam negerinya sendiri. Meski demikian, Netanyahu tetap berkomitmen pada rencana untuk melanjutkan tindakan militer di Gaza, menandakan keputusan strategis yang berpotensi memicu konsekuensi lebih jauh.
Media Israel melaporkan bahwa pertemuan penting antara Netanyahu dan para pemimpin militer akan segera dilakukan. Pertemuan ini diharapkan menghasilkan instruksi baru untuk menguasai kembali wilayah Palestina, meskipun waktu pertemuannya belum diumumkan secara resmi.
Stasiun televisi Channel 12 melaporkan bahwa dalam pertemuan tersebut, Netanyahu akan berbicara dengan Kepala Staf Angkatan Darat, serta menteri pertahanan dan militer lainnya. Rencana untuk melakukan pendudukan penuh di Jalur Gaza seakan semakin mendekati kenyataan, menurut sumber terpercaya.
Tindakan Militer dan Rencana Pendudukan di Gaza
Dalam beberapa hari ke depan, Netanyahu diharapkan memberikan sinyal jelas terkait langkah militer yang akan diambil. Para pejabat senior melaporkan bahwa keputusan untuk menguasai kembali Gaza melibatkan semua kawasan yang diduga menjadi lokasi sandera.
Seorang anggota kabinet menyatakan bahwa intensitas pertempuran akan meningkat, menandakan ketegangan yang lebih besar akan segera terjadi. Ketegangan ini bukan hanya melibatkan militer, tetapi juga mencakup aspek politik yang lebih luas di kawasan tersebut.
Dengan pernyataan tegas mengenai keinginan untuk menaklukkan seluruh kawasan Gaza, situasi ini semakin memanas. Sebuah sumber terpercaya menyebut bahwa keputusan ini bersifat final dan bahwa semua upaya diplomatik sebelumnya tampaknya tidak mempengaruhi kebijakan Netanyahu.
Respon dari Otoritas Palestina dan Pihak Internasional
Otoritas Palestina dan pemerintah Gaza yang dipimpin Hamas merespon dengan tegas terhadap rencana ini. Mereka menegaskan bahwa posisi mereka dalam perundingan gencatan senjata tidak akan berubah, menandakan ketegangan yang semakin mendalam.
Seorang pejabat senior Hamas, Husam Badran, menyatakan bahwa untuk mencapai kesepakatan, bola kini berada di tangan Israel dan Amerika Serikat. Meskipun ada desakan dari berbagai pihak untuk menyudahi kekerasan, tampaknya keinginan untuk bernegosiasi tidak diimbangi dengan tindakan nyata.
Pernyataan Netanyahu mengenai tujuan perang, yakni mengalahkan musuh dan membebaskan sandera, menggambarkan sikap defensif yang kuat dari pihaknya. Rencana ini juga menjadi sorotan di kalangan mantan pejabat keamanan yang meminta Presiden AS untuk mendesak Netanyahu agar mengurangi ketegangan.
Angka Korban yang Mengkhawatirkan dan Krisi Kemanusiaan
Statistik terbaru menunjukkan penderitaan yang mengerikan di Gaza. Menurut Kementerian Kesehatan setempat, lebih dari 60.933 warga Palestina telah tewas, dengan lebih dari 18 ribu di antaranya adalah anak-anak. Angka ini mencerminkan dampak dari konflik yang berkepanjangan dan menggusarkan banyak pihak di seluruh dunia.
Organisasi kemanusiaan melaporkan bahwa banyak warga Gaza kini menghadapi ancaman kelaparan yang parah. Kira-kira 180 orang, termasuk 93 anak, dilaporkan telah meninggal akibat kelaparan sejak Oktober 2023, memicu seruan mendesak untuk gencatan senjata dan akses bantuan kemanusiaan.
Situasi ini semakin diperumit dengan laporan mengenai serangan terhadap mereka yang berusaha mendapatkan makanan. Berita ini semakin mendorong seruan internasional untuk menghentikan kekerasan demi menyelamatkan nyawa yang tersisa.
Pengakuan Negara Palestina dan Tindakan Komunitas Internasional
Di tengah ketegangan yang meningkat, beberapa ibu kota di Eropa mengumumkan rencana untuk mengakui negara Palestina. Langkah ini mencerminkan perubahan dinamika diplomatik, meskipun mendapat penolakan kuat dari AS dan Israel.
PBB mencatat bahwa pasukan Israel telah menyebabkan kematian lebih dari 1.000 orang yang mencari makanan sejak Mei lalu. Mayoritas dari mereka menjadi korban di dekat lokasi distribusi makanan, menyoroti dampak tragis dari konflik yang berkepanjangan.
Dalam situasi yang penuh ketidakpastian ini, langkah diplomatik menjadi semakin penting untuk menyelesaikan konflik. Seruan untuk gencatan senjata dan kerja sama internasional harus menjadi prioritas agar situasi kemanusiaan yang parah dapat ditangani dengan segera.