www.indofakta.id – Mahkamah Konstitusi baru saja mengeluarkan putusan penting terkait lima perkara uji formal Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 yang mengubah Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Dalam sidang yang berlangsung, Markah menetapkan bahwa permohonan dari para pemohon tidak dapat diterima karena mereka tidak memiliki kedudukan hukum yang jelas.
Keputusan ini menjadi sorotan, terutama bagi masyarakat sipil dan mahasiswa yang mengajukan perkara. Pasalnya, mereka berharap dapat berkontribusi dalam pembentukan dan revisi UU TNI yang mengatur aspek-aspek penting dari angkatan bersenjata. Namun, dengan keputusan tersebut, banyak pertanyaan timbul mengenai bagaimana proses hukum dan peran masyarakat dalam konteks ini.
Kedudukan Hukum dalam Proses Perundang-undangan
Pentingnya kedudukan hukum dalam pengajuan permohonan adalah hal yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Dalam pertimbangan putusannya, Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menjelaskan bahwa para pemohon pada dasarnya hanya mengungkapkan kerugian pribadi mereka sebagai masyarakat sipil dan mahasiswa. Kerugian tersebut berkaitan dengan kesulitan akses informasi saat UU TNI baru disusun.
Padahal, untuk dapat memberikan suara di ranah hukum, mereka seharusnya menyertakan bukti atau kajian yang menunjukkan partisipasi aktif dalam proses penyusunan UU tersebut. Misalnya, adakah kegiatan seminar, diskusi, atau tulisan opini yang mengindikasikan keterlibatan mereka dalam proses pembuatan undang-undang? Tanpa adanya dukungan yang memadai, klaim kedudukan hukum mereka menjadi lemah dan sulit dipertahankan di pengadilan.
Strategi Memperkuat Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan UU
Dengan keputusan MK ini, sudah saatnya kita berpikir tentang bagaimana masyarakat, terutama kelompok mahasiswa dan civil society, dapat memperkuat kedudukannya dalam proses pembuatan undang-undang. Salah satu cara adalah dengan aktif mengikuti berbagai forum diskusi dan seminar, di mana mereka bisa menyampaikan pandangan dan masukan yang konstruktif.
Selain itu, penting bagi mereka untuk membangun jalinan komunikasi dengan anggota legislatif agar suara dan aspirasi mereka mendapatkan perhatian. Ini bisa dilakukan melalui pembuatan kelompok diskusi atau komunitas yang fokus pada isu tertentu, yang kemudian hasilnya bisa disampaikan langsung kepada pengambil keputusan. Dengan berbagai upaya tersebut, diharapkan partisipasi masyarakat dalam penyusunan dan perubahan undang-undang menjadi lebih signifikan dan dapat diterima di ranah hukum.
Dalam konteks ini, peran masyarakat sipil sangatlah krusial, terutama dalam membangun kesadaran akan pentingnya keterlibatan aktif dalam proses legislasi. Dengan semua usaha ini, diharapkan kedudukan hukum dari individu atau kelompok yang ingin mengajukan permohonan di masa depan menjadi lebih kuat.
Dengan catatan tersebut, mari kita terus berupaya untuk memajukan partisipasi masyarakat dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Partisipasi bukan hanya hak, namun juga tanggung jawab setiap warga negara.