Pemilihan Presiden di Korea Selatan yang berlangsung pada 3 Juni 2025 menjadi sorotan dunia setelah gejolak politik yang melanda negara tersebut. Upaya mantan Presiden Yoon Suk Yeol untuk memberlakukan darurat militer telah mencederai citra Korea Selatan sebagai negara demokratis yang kokoh. Dalam situasi ini, presiden baru yang akan terpilih harus menghadapi tantangan besar dalam memulihkan kepercayaan publik dan menstabilkan ekonomi.
Peristiwa politik yang memicu ketegangan di masyarakat ini membuat banyak orang penasaran bagaimana pemilih akan bertindak. Apakah mereka akan memilih kandidat yang menawarkan perubahan radikal, ataukah akan kembali ke jalur konservatif? Data menunjukkan bahwa tingkat partisipasi pemilih diprediksi akan tinggi. Sebanyak 44,39 juta pemilih memiliki hak suara, dan suara telah dibuka mulai pukul 06.00 hingga 20.00 waktu setempat.
Dinamika Pemilu dan Persaingan Kandidat
Kedua kandidat utama, Lee Jae-myung dan Kim Moon-soo, menutup kampanye mereka dengan antusiasme yang tinggi. Mereka berkeliling di berbagai kawasan untuk menarik perhatian pemilih, dengan fokus pada perubahan sistemik yang diperlukan dalam pemerintahan dan ekonomi. Lee mewakili kubu progresif, sementara Kim berasal dari partai konservatif. Meskipun memiliki visi yang memiliki beberapa kesamaan dalam hal inovasi, keduanya memiliki gaya dan prioritas yang berbeda.
Lee menekankan pada pemerataan kesempatan bagi masyarakat, terlebih bagi kelompok berpendapatan rendah hingga menengah, sementara Kim berfokus pada pengurangan regulasi dan peningkatan iklim investasi untuk dunia usaha. Perdebatan yang intens dan pandangan filosofis yang berbeda telah menjadikan kompetisi ini sangat menarik. Di satu sisi, Lee menuduh Partai Kekuatan Rakyat tidak berperan dalam mencegah kekacauan yang ditimbulkan oleh pemerintahan Yoon!.
Implikasi Sosial dan Ekonomi Pemilu
Saat masyarakat bersiap mengarungi pemilu ini, bayang-bayang insiden 3 Desember 2024 menjadi latar belakang yang tak terkendali. Pemungutan suara ini bukan hanya sekadar memilih pemimpin baru, tetapi juga sebagai ‘hari penghakiman’ bagi mereka yang telah berkuasa. Tak hanya itu, tantangan ekonomi yang menghampiri juga menjadi pokok pembicaraan. Dengan ketergantungan tinggi pada ekspor, dan adanya kebijakan proteksionis dari Amerika Serikat, presiden terpilih harus segera merumuskan strategi yang efektif untuk mendongkrak perekonomian.
Meski survei menunjukkan Lee unggul dengan persentase dukungan yang menunjukkan keunggulan, hasil akhir pemilu tetaplah misteri hingga TPS ditutup. Proses penghitungan suara yang dilakukan secara manual tiga kali memberikan jaminan akurasi, meskipun ada anggapan bahwa hal ini dapat memakan waktu cukup lama sebelum hasil resmi diumumkan.
Setelah pemilu, perhatian akan tertuju pada bagaimana presiden baru mengatasi berbagai tantangan yang ada, terutama dalam membangun kembali kepercayaan masyarakat dan mengatasi dampak dari krisis yang telah terjadi. Dengan segala tantangan tersebut, langkah awal presiden terpilih akan sangat menentukan arah Korea Selatan ke depan, baik dalam aspek sosial maupun ekonomi.