www.indofakta.id – Kerusuhan yang melanda Angola selama beberapa hari terakhir telah disebabkan oleh protes yang terjadi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Sejak Senin (28/7) lalu, lebih dari 22 orang dilaporkan tewas dalam insiden ini, dan Menteri Dalam Negeri Angola, Manuel Homem, mengkonfirmasi hal tersebut dalam pernyataan yang disampaikan kepada media.
Kejadian ini menyentuh banyak aspek kehidupan masyarakat, mengingat bahwa beberapa dari mereka telah merasakan dampak langsung berupa kehilangan nyawa, serta kerugian ekonomi besar akibat kerusuhan. Tembakan sporadis yang terjadi di Ibu Kota, Luanda, menunjukkan suasana yang memanas dan tak terkendali, di mana bentrokan antara polisi dan massa semakin sering terjadi di berbagai lokasi.
Pemogokan yang diwarnai kekerasan ini merupakan dampak dari keputusan pemerintah untuk menaikkan harga BBM dari 300 menjadi 400 kwanza per liter, yang setara dengan sekitar Rp 7.200. Langkah ini membuat hidup semakin sulit bagi banyak orang, terutama mereka yang berasal dari kalangan ekonomi rendah di negara penghasil minyak utama Afrika tersebut.
Pemerintah Angola beralasan bahwa keputusan ini diambil sebagai respon terhadap seruan dari lembaga internasional seperti Dana Moneter Internasional (IMF), yang meminta agar pengeluaran publik dialihkan ke sektor pendidikan dan kesehatan. Meski demikian, kenaikan harga ini menuai protes berkepanjangan dari masyarakat yang merasa tidak sejalan dengan peningkatan biaya hidup mereka.
“Kami sangat menyesalkan kematian 22 orang, termasuk seorang anggota polisi,” ungkap Manuel Homem dalam konferensi pers. Dia menginformasikan bahwa sekitar 200 orang lainnya mengalami luka akibat kerusuhan, menciptakan suasana ketidakpastian yang meresahkan di kalangan masyarakat.
Lebih dari 1.200 orang telah ditangkap oleh aparat keamanan, dan 66 toko serta gudang dirusak dalam aksi penjarahan. Disamping itu, meningkatnya gangguan ini mendorong pemerintah untuk menurunkan pasukan militer guna mengembalikan stabilitas dan menjaga keamanan. Dalam situasi tersebut, ruas-ruas jalan di Luanda menjadi sepi karena banyak warga memilih untuk tetap berada di rumah.
Dampak Sosial dan Ekonomi Kerusuhan di Angola
Kerusuhan di Angola memberikan dampak yang sangat besar terhadap kehidupan sosial dan ekonomi negara tersebut. Beberapa bisnis terpaksa tutup, termasuk bank dan kantor layanan publik, karena ketidakpastian yang melanda. Meskipun transportasi umum mulai kembali beroperasi, banyak warga masih enggan keluar dari rumah mereka.
Dari berbagai rekaman yang beredar di media sosial, terlihat bahwa para penjarah menyerbu supermarket dan pusat perbelanjaan di beberapa wilayah, seperti Comarca dan Zango. Ketika warga berusaha menjarah, aparat terpaksa menggunakan tembakan peringatan untuk membubarkan massa yang semakin membesar.
Bentrokan serupa juga dilaporkan terjadi di pusat perbelanjaan lainnya, termasuk Cidade da China, yang menyebabkan kerugian besar bagi para pengusaha. Banyak toko yang ditutup secara paksa, dan sektor keuangan merasakan dampak dari kerusuhan yang meluas ini.
Di kota Lubango, seorang polisi dilaporkan telah menembak seorang remaja berusia 16 tahun yang terlibat dalam upaya penyerangan markas partai, menambah panjang daftar korban kerusuhan. Dengan lebih dari 2.000 orang yang terlibat dalam unjuk rasa di Luanda, kebangkitan kemarahan terhadap pemerintah semakin terasa di berbagai kalangan masyarakat.
Laporan terbaru menginformasikan bahwa protes juga meluas ke luar Luanda, di mana demonstrasi serupa terjadi di Kota Huambo dan Benguela. Masing-masing kota itu menunjukkan solidaritas terhadap demonstrasi yang terjadi di Ibu Kota, sehingga menambah kekhawatiran pemerintah akan semakin banyaknya protes yang bisa memburuk.
Penyebab dan Faktor Pendukung Kerusuhan di Angola
Pemicu utama kerusuhan ini adalah kenaikan harga BBM yang dilakukan pemerintah. Membaca konteks lebih luas, meski Angola kaya akan sumber daya alam seperti minyak, banyak warganya yang masih hidup dalam kemiskinan. Kenaikan harga ini tidak hanya menambah beban, tetapi juga menunjukkan kesenjangan yang semakin nyata antara kekayaan negara dan kondisi kehidupan masyarakat.
Angka inflasi yang mendekati 20 persen dan tingkat pengangguran yang hampir mencapai 30 persen menggambarkan situasi sulit yang dihadapi rakyat Angola. Sementara itu, banyak pengunjuk rasa mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap korupsi yang terjadi di tingkatan pemerintahan.
Keluhan masyarakat semakin menggema, dengan banyak yang merasa diabaikan oleh pemerintah. “Kami merasa terabaikan, kami berada di antara dua pilihan, bertahan hidup atau menderita lebih jauh,” ungkap salah seorang warga Luanda kepada media. Ungkapan tersebut mewakili rasa frustrasi yang melanda banyak orang ketika melihat kekacauan yang terjadi di sekeliling mereka.
Bukan hanya ketidakpuasan ekonomi, tetapi juga ketidakpuasan terhadap kualitas hidup yang semakin menurun. Hal ini mendorong masyarakat untuk bersuara lebih lantang dan menuntut perubahan dari pihak yang berwenang.
Pengaruh Internasional dan Panggilan untuk Tindakan
Dalam konteks yang lebih luas, kerusuhan ini mendapatkan perhatian dari berbagai organisasi internasional, termasuk lembaga hak asasi manusia yang mengutuk tindakan represif pemerintah. Amnesty International menyatakan bahwa banyak tindakan kekerasan terhadap pengunjuk rasa merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang harus direspons dengan serius.
Pemerintah Angola tertekan untuk mencari jalan keluar yang dapat memuaskan tuntutan warganya tanpa memperburuk keadaan. Negosiasi yang dilakukan dengan Asosiasi Pengemudi Taksi Nasional Angola menunjukkan adanya upaya untuk meredakan ketegangan, meski situasi tetap tidak menentu.
Dari sudut pandang internasional, kerusuhan di Angola menjadi perhatian utama berbagai negara, yang mempertanyakan bagaimana pemerintah dapat menangani isu-isu krusial seperti ini. Respons cepat dan adil akan menjadi kunci untuk mencegah situasi semakin memburuk dan meraih kembali kepercayaan masyarakat.
Tekanan internasional yang mencerminkan kepedulian terhadap hak asasi manusia di Angola mungkin menjadi jalan menuju reformasi yang lebih mendasar dan berkelanjutan. Namun, jalan menuju stabilitas tidak akan mudah, mengingat kompleksitas tantangan yang dihadapi.
Seiring berjalannya waktu, masyarakat Angola berharap bahwa suara mereka akan didengar dan tindakan nyata akan diambil oleh pemerintah untuk memperbaiki kondisi yang memprihatinkan ini.