www.indofakta.id – Bank Dunia baru saja memperbarui ambang batas perhitungan penduduk miskin yang menunjukkan perubahan signifikan dalam standar kemiskinan global. Dengan menggunakan paritas daya beli (PPP) 2021, perubahan ini menyoroti pentingnya evaluasi kembali ukuran garis kemiskinan di Indonesia, yang saat ini dianggap terlalu rendah oleh banyak ahli ekonomi.
Fakta menarik adalah bahwa Indonesia, meskipun dikategorikan sebagai negara berpendapatan menengah, masih memiliki garis kemiskinan yang serupa dengan negara-negara dengan pendapatan lebih rendah. Menurut Anggota Dewan Ekonomi Nasional, Arief Anshory Yusuf, pembaruan ini merupakan langkah penting untuk memahami konteks kemiskinan kita dengan lebih baik.
Pembaruan Garis Kemiskinan Global dan Implikasinya
Pembaruan garis kemiskinan yang dilakukan oleh Bank Dunia berdasarkan International Comparison Program (ICP) 2021 mengindikasikan bahwa garis kemiskinan ekstrem kini diubah dari US$ 2,15 menjadi US$ 3 per hari. Ketiga nilai garis kemiskinan global yang sebelumnya ditetapkan juga mengalami revisi. Hal ini berdampak langsung pada pengukuran kemiskinan di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Dari sisi perhitungan, dengan nilai tukar PPP 2024 yang berada di angka Rp 6.071 per US$, garis kemiskinan ekstrem yang baru ini setara dengan Rp 18.213 per hari atau sekitar Rp 546.400 per bulan. Jika dibandingkan dengan garis kemiskinan nasional yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp 595.000 per bulan, terlihat bahwa angka tersebut hanya sedikit di atas batas kemiskinan ekstrem internasional. Hal ini adalah sinyal yang kuat bahwa standar yang kita miliki selama ini mungkin perlu ditinjau kembali agar lebih mencerminkan kenyataan yang ada di lapangan.
Strategi Penetapan Garis Kemiskinan yang Lebih Realistis
Proses penyempurnaan metodologi untuk menentukan garis kemiskinan nasional kini tengah berlangsung. Arief menekankan bahwa metode yang lebih akurat perlu diterapkan agar data yang diperoleh dapat lebih merefleksikan situasi di masyarakat. Salah satu saran yang diajukan adalah agar pemerintah menggunakan standar dari negara berpendapatan menengah bawah, yang ditetapkan sebesar US$ 4,2 PPP per orang per hari, setara dengan Rp 765 ribu per bulan.
Dengan menetapkan angka ini sebagai garis kemiskinan baru, meskipun akan ada peningkatan jumlah penduduk miskin menjadi sekitar 20%, hal itu justru akan lebih mencerminkan realitas yang dihadapi masyarakat. Pendekatan ini diharapkan dapat membuka ruang bagi kebijakan yang lebih tepat dan efektif untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia.
Kebijakan yang sama juga memerlukan dukungan dari berbagai lembaga dan kementerian yang terlibat, sehingga akurasi data yang diperoleh dapat digunakan untuk mengambil langkah-langkah yang lebih strategis dalam penanganan masalah kemiskinan. Kesadaran masyarakat akan isu ini juga merupakan kunci untuk mendukung perbaikan kebijakan pemerintah di masa mendatang.