• Hubungi Kami
  • Kebijakan Privasi
Jumat, 8 Agustus 2025
Indo Fakta
No Result
View All Result
  • Login
  • Nasional
  • Internasional
  • Regional
  • Bisnis
  • Life
  • Nasional
  • Internasional
  • Regional
  • Bisnis
  • Life
No Result
View All Result
Morning News
No Result
View All Result

Tokoh Adat Rempang dan Melayu Sepakat Perjuangkan Nasib Korban Penggusuran Lahan

Tokoh Adat Rempang dan Melayu Sepakat Perjuangkan Nasib Korban Penggusuran Lahan

BacaJuga

Prakiraan Hujan di Sebagian Wilayah Jakarta Menurut BMKG

Prakiraan Hujan di Sebagian Wilayah Jakarta Menurut BMKG

Bela Hak Demokrasi, Amnesty Desak Hentikan Proses Hukum Terhadap Mahasiswa

Bela Hak Demokrasi, Amnesty Desak Hentikan Proses Hukum Terhadap Mahasiswa

www.indofakta.id – Ketua Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (Keramat) Rempang dan Galang, Gerisman Ahmad, telah menyatakan komitmennya dalam memperjuangkan nasib warga yang menjadi korban penggusuran dan alih fungsi lahan. Hal ini mencakup juga masyarakat Melayu yang kini menghadapi beragam tantangan hidup yang semakin berat, terutama di kawasan Rempang yang telah dihuni secara turun-temurun.

Germisan menegaskan bahwa nasib saudagar Melayu juga terancam oleh tindakan perobohan yang melibatkan bangunan Hotel Purajaya, sebuah simbol warisan budaya dan ekonomi. Kesepakatan antara Gerisman dan tokoh muda pengusaha Melayu, Megat Rury Afriansyah, mencerminkan kepedulian terhadap situasi yang dihadapi masyarakat asli di tengah kebijakan pemerintah yang dirasa tidak berpihak.

Langkah bersama ini diambil setelah mencermati sikap pemerintah daerah, terutama Wali Kota Batam, yang terlihat tidak responsif terhadap suara masyarakat nelayan. Keputusan yang diambil oleh pemerintah, dianggap menjadi ancaman yang lebih besar bagi tradisi dan hak atas tanah masyarakat lokal yang mendiami Rempang dan Galang.

Germisan menilai situasi ini sebagai bentuk penjajahan modern, yang memungkinkan penguasaan 17.000 hektar tanah oleh pemodal besar, dengan melakukan pengusiran terhadap penduduk asli dari puluhan kampung. Pemandangan ini menunjukkan bagaimana sejarah kolonialisme masih berlanjut melalui cara-cara yang tidak adil yang merugikan masyarakat tradisional.

Perasaan terasing juga dirasakan oleh warga lokal, yang telah berinteraksi dengan alam selama beberapa generasi. Gerisman mengungkapkan betapa pentingnya tanah, yang bukan hanya sekadar sumber penghidupan, tetapi juga bagian dari identitas budaya mereka. Ketidakadilan ini semakin mendalam ketika perusahaan besar seperti PT Makmur Elok Graha memiliki kekuasaan atas lahan yang seharusnya menjadi milik masyarakat adat.

Dari perspektif ekonomi, pergeseran ini menimbulkan masalah serius bagi nelayan dan petani di Rempang. Banyak di antara mereka yang merasa tidak memiliki harapan untuk mendapatkan kembali hak atas tanah mereka yang telah dikuasai. Gerisman dan Rury sepakat bahwa perjuangan bersama harus terus dilakukan untuk mengembalikan hak hidup masyarakat adat dan menguatkan posisi mereka.

Ketidakadilan dalam Kebijakan Pemerintah dan Pengusaha Besar

Situasi ini menjadi semakin kompleks ketika melihat peran pemerintah dalam hal ini. Muhammad Rudi, Wali Kota Batam sekaligus Kepala BP Batam, dicap sebagai pihak yang tidak mendengarkan aspirasi masyarakat. Kebijakan yang mendukung kepemilikan PT MEG atas tanah di Pulau Rempang dan Galang semakin memperkuat pandangan bahwa pemerintah lebih memprioritaskan investasi asing dibandingkan kepentingan masyarakat lokal.

Keputusan Rudi untuk melanjutkan kebijakan yang dikeluarkan oleh mantan Wali Kota, Nyat Kadir, yang seharusnya sudah kadaluarsa, semakin menambah beban psikologis bagi masyarakat asli. Ini mengakibatkan dampak domino terhadap ekonomi lokal, di mana banyak usaha kecil terpaksa tutup karena kehilangan aset penting.

Di sisi lain, ketua Saudagar Rumpun Melayu, Rury Afriansyah, juga mengalami kerugian signifikan akibat kebijakan tersebut. Dalam perjuangannya membela hak atas tanah, ia bersama konsorsium Kelompok Usaha Pasifik kehilangan aset bernilai ratusan miliar yang merupakan jantung dari usahanya, termasuk Hotel Purajaya.

Rury meyakini bahwa hak hak asasi dan hak dasar atas tanah tidak seharusnya diabaikan. Ia berpendapat bahwa tindakan perobohan yang dilakukan tanpa landasan hukum yang jelas merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap hak masyarakat lokal. Perjuangannya bukan hanya untuk kepentingan pribadi, tapi juga untuk kesejahteraan bersama sebagai masyarakat Melayu di Kepulauan Riau.

Adanya pembiaran dan tidak adanya langkah pemulihan setelah terjadi kerugian hanya menambah tekanan psikologis yang dialami warga setempat. Rury menegaskan pentingnya mengadvokasi hak masyarakat adat agar mereka tidak terus-menerus terpinggirkan dalam proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan tanah mereka.

Prosedur Penyerahan dan Keberlangsungan Aset

Dalam penjelasan lebih lanjut, PT DTL memiliki alokasi lahan yang cukup signifikan. Lahan tersebut terbagi menjadi dua bagian, yakni 10 hektar untuk pembangunan hotel dan 20 hektar untuk fasilitas pendukung. Yang menarik, proses penyerahan lahan untuk hotel dilakukan dengan sangat cepat, hanya dalam jangka waktu dua minggu. Namun, nasib lahan tersebut berubah ketika gedung hotel dibongkar dengan pengawalan ketat.

Pengusuran ini melibatkan lebih dari 500 personel dari berbagai lembaga, yang mencerminkan seberapa serius pihak pemerintah dalam merelokasi aset-aset yang dianggap tidak efisien. Meskipun presentasi yang diajukan terhadap perpanjangan alokasi lahan ditolak dengan alasan yang tidak langsung, keputusan pencabutan tetap diambil dan dikuasai oleh pihak lain.

Proses yang dianggap tidak adil ini menimbulkan kebingungan dan kemarahan di kalangan pemilik tanah. Rury menjelaskan bahwa usaha untuk mendapatkan kembali hak atas lahan mengalami berbagai rintangan di sepanjang jalan. Terlepas dari masalah keuangan, mereka bergelut dengan pelbagai kebijakan yang dianggap merugikan.

Kekuatiran dan rasa tidak puas semakin mengemuka ketika perusahaan lain seperti PT PEP menguasai lahan yang sebelumnya dialokasikan kepada PT DTL. Berbagai tuduhan mengenai alasan pencabutan hak alokasi semakin memperuncing konfliktual ini, dan menciptakan situasi penuh ketidakpastian bagi masyarakat yang bergantung pada tanah sebagai sumber kehidupan.

Melihat semua dinamika ini, Rury dan Gerisman sepakat untuk menjalin kerjasama yang lebih erat dalam rangka melindungi hak-hak dasar warga Melayu. Langkah ini tidak hanya bertujuan untuk menegakkan keadilan, tetapi juga menuntut pemerintah untuk lebih transparan dan bertanggung jawab terhadap setiap kebijakan yang dikeluarkan.

Harapan dan Rencana Ke Depan untuk Masyarakat Adat

Keduanya berkomitmen untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat adat agar suara mereka tidak terabaikan. Dalam menghadapi tantangan ini, mereka menyadari pentingnya bersatu demi mencapai keadilan sosial yang lebih baik untuk masa depan generasi mendatang. Pendekatan berperspektif lokal menjadi strategi utama dalam menghadapi tantangan yang ada.

Mereka berharap pemerintah dapat memberikan perhatian lebih kepada isu-isu yang dihadapi masyarakat, serta menawarkan solusi yang lebih adil. Hal ini mencakup kemungkinan negosiasi yang lebih baik mengenai hak atas tanah dan akses terhadap sumber daya yang dimiliki bersama.

Dengan kesepakatan ini, Gerisman dan Rury ingin menginspirasi masyarakat lain di daerah tersebut untuk berani menyuarakan hak-hak mereka. Harapan mereka adalah mampu membangkitkan kesadaran kolektif akan pentingnya mempertahankan identitas budaya dan hak atas tanah dari generasi ke generasi.

Menuju ke depan, perjuangan ini akan terus berlangsung. Masyarakat adat Melayu di Kepulauan Riau kini memiliki harapan untuk mendapatkan keadilan dan hak-hak yang selama ini terabaikan. Bersama, mereka bertekad untuk melawan segala bentuk penindasan demi masa depan yang lebih cerah.

Previous Post

Harga Emas Tidak Mengalami Perubahan Hari Ini

Next Post

Menlu Rusia: IAEA Tekankan Pemeriksaan Fasilitas Nuklir Iran Tanpa Perlindungan Rahasia

Rekomendasi

Penambahan Armada BNPB untuk Mempercepat Penanganan Karhutla di Riau OMC Tahap Tiga

Penambahan Armada BNPB untuk Mempercepat Penanganan Karhutla di Riau OMC Tahap Tiga

Warganet AS Kritik Tarif 0% untuk Indonesia Kalah Negosiasi dengan Prabowo

Warganet AS Kritik Tarif 0% untuk Indonesia Kalah Negosiasi dengan Prabowo

Perintangan Suap Menghukum: Kasus Hasto Kristiyanto hingga Putusan Akhir

Perintangan Suap Menghukum: Kasus Hasto Kristiyanto hingga Putusan Akhir

Potensi Gangguan Stabilitas Diplomatik antara Thailand dan Kamboja Menjadi Sorotan DPR

Potensi Gangguan Stabilitas Diplomatik antara Thailand dan Kamboja Menjadi Sorotan DPR

571410 Penerima Bansos Terlibat Judi Online dari Meja Makan ke Meja Judi

571410 Penerima Bansos Terlibat Judi Online dari Meja Makan ke Meja Judi

Garuda Muda Siap Tumbangkan Thailand di Semifinal AFF U-23 Ulangan Final SEA Games

Garuda Muda Siap Tumbangkan Thailand di Semifinal AFF U-23 Ulangan Final SEA Games

Pemerintah Salurkan Modal Kopdes Merah Putih Melalui SAL APBN 2025

Pemerintah Salurkan Modal Kopdes Merah Putih Melalui SAL APBN 2025

Sidebar

Kategori

  • Bisnis
  • Internasional
  • Life
  • Nasional
  • Regional
Indo Fakta

© 2025 IndoFakta - Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang..

Informasi Kami

  • Hubungi Kami
  • Disclaimer
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi

Social Media

No Result
View All Result
  • Nasional
  • Internasional
  • Regional
  • Bisnis
  • Life

© 2025 IndoFakta - Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang..

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?