www.indofakta.id – Vatikan, Paus Leo XIV mendesak agar gencatan senjata segera dilaksanakan di Gaza seiring terjadinya serangan udara Israel yang merenggut nyawa dua orang di sebuah gereja Katolik. Serangan ini terjadi di daerah yang kerap berhubungan dengan mendiang Paus Fransiskus, yang setiap malam berupaya menyampaikan informasi terkait kondisi di Gaza.
Menurut laporan, 14 orang terluka dalam serangan terhadap Gereja Keluarga Kudus di Gaza, termasuk seorang pendeta, Pastor Gabriel Romanelli, yang juga mengalami cedera. Paus Leo XIV dalam pernyataannya menyampaikan rasa duka mendalam atas hilangnya nyawa dan kondisi yang menimpa gereja tersebut melalui Sekretaris Negara Vatikan, Pietro Parolin.
Paus berharap agar konflik ini segera dihentikan, menekankan pentingnya dialog dan rekonsiliasi untuk mencapai perdamaian yang abadi di kawasan tersebut. Serangan ini juga mengundang perhatian dari berbagai pihak terkait. Banyak yang mengecam tindakan ini sebagai pelanggaran terhadap manusia dan keagamaan.
Menurut pihak Patriarkat Latin Yerusalem, serangan ini mengakibatkan kerusakan parah pada gereja dan menyebabkan sejumlah orang yang sedang berlindung di dalamnya terperangkap. Ini menjadi pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan kesucian tempat ibadah.
Akibat serangan itu, kompleks gereja mengalami kerusakan yang signifikan, menyebabkan pengungsi terpaksa meninggalkan tempat berlindung mereka, termasuk individu yang sangat tergantung pada peralatan medis untuk bertahan hidup.
Paus Leo XIV Menyampaikan Rasa Duka yang Mendalam
Pastor Carlos Ferrero dari gereja tersebut membenarkan bahwa serangan tersebut mengakibatkan dua kematian dan 14 luka-luka. Selain itu, Pastor Gabriel Romanelli juga termasuk dalam daftar korban yang menderita akibat serangan tersebut.
Pihak militer Israel mengakui bahwa mereka mengetahui tentang kerusakan yang terjadi pada gereja dan adanya korban jiwa. Mereka menyatakan bahwa insiden ini sedang diteliti, dengan klaim bahwa mereka berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari kerugian pada warga sipil.
Kementerian Luar Negeri Israel menyatakan bahwa hasil penyelidikan akan dipublikasikan dengan transparansi. Mereka menekankan bahwa tidak ada niat untuk menyerang gereja atau situs keagamaan, serta menyesali kerusakan yang terjadi pada tempat-tempat suci.
Kronologi Serangan yang Mengguncang
Suster Nabila Saleh, seorang saksi mata dan pemimpin Sekolah Suster Rosario, mengonfirmasi bahwa gereja tersebut dibombardir setelah ibadah selesai. Dia mengungkapkan bahwa dia sudah berkomunikasi dengan pendeta di Gaza mengenai insiden tersebut.
Suster Nabila, kini berada di Yordania, menjelaskan bahwa mendiang Paus Fransiskus rutin berkomunikasi dengan gereja, memberikan dukungan kepada para pastor dan pengungsi. Serangan ini terjadi sepuluh menit setelah peribadatan usai, yang mungkin telah menyebabkan lebih banyak korban jika ibadah berlangsung lebih lama.
Beberapa saksi juga menegaskan bahwa jika serangan ini terjadi lebih awal, dampaknya akan lebih fatal. Mereka percaya gereja itu harusnya menjadi zona aman menurut hukum internasional, dan serangan ini merupakan tindakan yang sangat tidak manusiawi.
Respons Masyarakat dan Pihak Berwenang Terhadap Serangan
Anggota Dewan Pembina Gereja Ortodoks Arab di Gaza, Elyas Al Jelda, menyatakan bahwa serangan ini merupakan bagian dari upaya sistematis untuk menggertak komunitas Kristen agar meninggalkan wilayah tersebut. Ini mencerminkan kondisi yang semakin parah di Gaza selama beberapa bulan terakhir.
Seorang warga setempat, Mohammed Saqqa Allah, melaporkan bahwa banyak korban luka adalah perempuan yang tidak terlibat dalam konflik. Hal ini semakin memperlihatkan betapa parahnya dampak dari serangan tersebut terhadap masyarakat sipil yang tak berdaya.
Direktur Kantor Media Pemerintah Gaza, Ismail Al Thawabta, menegaskan bahwa serangan ini tidak bisa dianggap sebagai kecelakaan. Menurutnya, ini adalah bagian dari strategi yang lebih luas untuk menghancurkan masyarakat Palestina tanpa memandang agama.
Serangan ini merupakan yang kedua terhadap kompleks Gereja Keluarga Kudus sejak dimulainya konflik. Suster Nabila menggambarkan situasi yang sangat mengkhawatirkan di lapangan, menyoroti kurangnya kemampuan untuk merespons serangan tersebut.
Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni, mengkritik serangan terhadap warga sipil yang tak berdosa, menyatakan bahwa tidak ada alasan yang dapat membenarkan tindakan semacam itu. Seruan untuk menghentikan perang Gaza terus bergema di kalangan pemimpin agama dan politik.
Gereja Katolik Roma juga secara aktif menyerukan perlunya mengakhiri konflik di Gaza. Sejarah catatan kekerasan menunjukkan betapa mendalamnya dampak yang dirasakan oleh komunitas setempat, dan tantangan besar untuk menuju perdamaian yang langgeng.